RSS

Abdullah bin Umar: Penyayang Fakir Miskin dan Anak Yatim

02 Agu

hijrah2

Abdullah bin Umar bin Khattab atau sering disebut Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar saja (lahir 612 – wafat 693/696 atau 72/73 H) adalah seorang sahabat Nabi dan merupakan periwayat hadits yang terkenal. Ia adalah anak dari Umar bin Khattab, salah seorang sahabat utama Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin yang kedua. Ia salah seorang diantara orang-orang yang bernama Abdullah (Al-Abadillah al-Arba’ah) yang terkenal sebagai pemberi fatwa. Tiga orang lain ialah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin al-Ash dan Abdullah bin az-Zubair.

Ibnu Umar masuk Islam bersama ayahnya saat ia masih kecil, dan ikut hijrah ke Madinah bersama ayahnya. Pada usia 13 tahun ia ingin menyertai ayahnya dalam Perang Badar, namun Rasulullah menolaknya. Perang pertama yang diikutinya adalah Perang Khandaq. Ia ikut berperang bersama Ja’far bin Abu Thalib dalam Perang Mu’tah, dan turut pula dalam pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah). Setelah Nabi Muhammad meninggal, ia ikut dalam Perang Yarmuk dan dalam penaklukan Mesir serta daerah lainnya di Afrika.

Periwayat Hadits Terbanyak Setelah Abu Hurairah

Ibnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua setelah Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadits, karena ia selalu mengikuti kemana Rasulullah pergi. Bahkan Aisyah istri Rasulullah pernah memujinya dan berkata : ”Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Umar”.

Ia meriwayatkan hadits dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Sayyidah Aisyah, saudari kandungnya Hafshah dan Abdullah bin Mas’ud. Yang meriwayatkan dari Ibnu Umar banyak sekali, diantaranya Sa’id bin al-Musayyab, al Hasan al Basri, Ibnu Syihab az-Zuhri, Ibnu Sirin, Nafi’, Mujahid, Thawus dan Ikrimah.

Ia bersikap sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadist Nabi. Demikian pula dalam mengeluarkan fatwa, ia senantiasa mengikuti tradisi dan sunnah Rasulullah, karenanya ia tidak mau melakukan ijtihad. Biasanya ia memberi fatwa pada musim haji, atau pada kesempatan lainnya. Diantara para Tabi’in, yang paling banyak meriwayatkan darinya ialah Salim dan hamba sahayanya, Nafi’. Sanad paling shahih yang bersumber dari ibnu Umar adalah yang disebut Silsilah adz- Dzahab (silsilah emas), yaitu Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar. Sedang yang paling Dlaif : Muhammad bin Abdullah bin al-Qasim dari bapaknya, dari kakeknya, dari ibnu Umar.

Abdullah bin Umar sering bergaul dan selalu dekat dengan Rasulullah. Kecintaannya kepada Rasulullah sangat mengagumkan. Kemana pun Rasulullah pergi, ia sering turut menyertainya. Ia memang tercatat masih ipar Rasulullah, karena saudari kandungnya yang bernama Hafsah binti Umar menjadi istri Rasulullah. Ia senantiasa berusaha mencontoh sifat, kebiasaan harian dan meniru segala gerak-gerik Rasulullah, seperti cara memakai pakaian, makan, minum, bergaul, dan hal lainnya. Atas dasar inilah, ia disegani dan dihormati banyak orang. Bahkan, ia pernah menjadi guru yang mengajari murid-muridnya yang datang dari berbagai tempat, meski tidak lama.

Abdullah bin Umar pada suatu malam yang sunyi telah bermimpi yang aneh. Dalam mimpinya itu, dia duduk di masjid sedang mengerjakan shalat. Kemudian melihat ada yang turun mendekati dia untuk mengajak pergi ke suatu tempat yang indah pemandangannya.
Lalu, Abdullah bin Umar menceritakan tentang mimpinya itu kepada saudaranya, yaitu Hafsah, istri Nabi. Sewaktu Nabi mendengarkannya, Nabi berkata, “Abdullah adalah seorang anak yang cakap, sebaiknya engkau setiap malam lebih banyak berdoa dan berzikir.”
Abdullah bin Umar dengan perasaan senang dan ikhlas melaksanakan nasihat Nabi, beribadah sepanjang malam, istirahatnya berkurang.

Pada waktu shalat ia menangis. Kadang-kadang air matanya keluar, dan mohon ampun kepada Allah. Sehingga, Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam merasa belas kasihan kepadanya. Maka, beliau memberi julukan kepadanya yaitu “Anak muda yang cakap”.

Pujian Para Shahabat Lainnya tentang Abdullah bin Umar

Kesalehan Ibnu Umar sering mendapatkan pujian dari kalangan sahabat Nabi dan kaum muslimin lainnya. Jabir bin Abdullah berkata: ” Tidak ada di antara kami disenangi oleh dunia dan dunia senang kepadanya, kecuali Umar dan putranya Abdullah.”

Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan: “Ibnu Umar meninggal dan keutamaannya sama seperti Umar. Umar hidup pada masa banyak orang yang sebanding dengan dia, sementara Ibnu Umar hidup di masa yang tidak ada seorang pun yang sebanding dengan dia”.

Kemurahan Abdullah bin Umar

Abdullah bin Umar termasuk orang yang hidup makmur, kaya raya dan berpenghasilan banyak. Ia pedagang dan saudagar yang jujur dan berhasil dalam sebagian besar kehidupannya. Di samping itu, gajinya dari Baitul maal (kas negara) tidak sedikit pula. Tetapi, tunjangan itu tidak satu dirham pun disimpannya, melainkan dibagi-bagi sebanyak-banyaknya kepada fakir miskin dan anak yatim. Ia banyak memberi kepada orang lain karena ia dikenal sangat pemurah. Bahkan, ia tidak peduli apakah kemurahannya itu akan menyebabkannya miskin atau kelaparan. Ia memang zahid, yakni orang yang tidak berminat terhadap pesona dunia.

Seseorang bernama Ayub bin Ma’il Ar Rasibi pernah menceritakan salah satu contoh kedermawanan Abdullah bin Umar. Pada suatu hari, Abdullah bin Umar menerima uang sebanyak 4.000 dirham dan sehelai baju dingin. Hari berikutnya, Ayub bin Ma’il melihatnya di pasar sedang membeli makanan untuk hewan tunggangannya secara berhutang. Maka, Ayub bin Ma’il pergi menemui keluarga Abdullah bin Umar.

“Bukankah kemarin Abdullah bin Umar menerima kiriman 4.000  dirham dan sehelai  baju dingin?” tanya Ayub bin Ma’il.

“Benar,” jawab salah seorang dari keluarga Abdullah bin Umar.

“Saya lihat ia tadi di pasar membeli makanan untuk hewan tunggangannya dan tidak punya uang untuk membayarnya,” kata Ayub bin Ma’il.

“Tidak sampai malam hari, uang itu telah habis dibagi-bagikannya. Mengenai baju dingin, mula-mula dipakainya, lalu ia pergi keluar. Saat ia kembali, baju itu tidak kelihatan lagi. Ketika kami tanyakan, jawabnya bahwa baju itu telah diberikannya kepada seorang miskin,” tutur keluarganya.

Setelah mendengar penjelasan tersebut, Ayub bin Ma’il pamitan pulang. Dalam perjalanan, Ayub bin Ma’il berkata dalam hati, sungguh kedermawanan Abdullah bin Umar bukanlah sebagai alat untuk mencari nama, popularitas atau memperoleh penghormatan dari manusia. Semua niatan itu berasal dari dalam hatinya yang tulus dan semata karena Allah SWT. Pemberiannya pun hanya ditujukan kepada fakir miskin, anak yatim dan orang yang benar-benar membutuhkan. Ayub bin Ma’il menambahkan, jarang sekali ia makan seorang diri, karena pasti disertai anak-anak yatim dan kaum fakir miskin.

Keistimewaan Abdullah bin Umar

Abdullah bin Umar adalah pemuda teladan yang tekun beribadah dan senang mendekatkan diri kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Apabila sedang membaca Al-Quran atau ketika shalat, dia tak sadarkan diri sampai menangis. Sebelum tidur, ia membentangkan sajadah untuk mengerjakan shalat. Setelah selesai, sajadah itu dibiarkan tetap terbentang di dekat tempat tidurnya. Sejenak ia tidur, lalu bangun lagi untuk mengambil air wudhu dan shalat malam. Hampir setiap malamnya tidak kurang dari empat atau lima rakaat. Begitu rutinitas setiap malam hingga waktu istirahatnya berkurang. Ia selalu memohon ampun kepada Allah. Semua itu dikarenakan rasa takwa dan takutnya kepada Allah.

Keistimewaan lain yang melekat pada diri Abdullah bin Umar ialah keluasan ilmu, kerendahan hati, kebulatan tekad dan ketegasan pendirian, kedermawanan, serta keteguhannya pada contoh yang telah diberikan Rasulullah. Kepribadiannya yang sungguh mengagumkan nyaris tanpa cela sedikit pun. Orang-orang yang semasa dengan Abdullah bin Umar umumnya mengatakan: “Tak seorang pun di antara sahabat-sahabat Rasulullah yang lebih berhati-hati agar tidak  terselip atau terkurangi sehuruf pun dalam menyampaikan hadis Rasulullah sebagaimana halnya Abdullah bin Umar.”

Ada lagi kehebatan Abdullah bin Umar. Dikisahkan dalam satu perjalanan, ia di tengah jalan tiba-tiba dihadang seekor singa besar dan galak. Singa itu mengaum berkali-kali, seperti hendak memangsanya. Suaranya menggelegar, membuat bulu kuduk merinding. Abdullah bin Umar menghentikan untanya, lalu turun menghampirinya. Mendadak singa itu diam saja dan menjadi penurut. Kedua telinganya kemudian digosok-gosok secara perlahan oleh Abdullah bin Umar.

Selang beberapa menit, singa itu mengibaskan ekornya, lantas pergi meninggalkan Abdullah bin Umar. Seseorang yang mengetahui peristiwa itu merasa takjub. Ia segera mendekat, lalu bertanya kepadanya, ”Bagaimana caranya agar singa itu tidak menerkam Anda?”. Abdullah bin Umar menjawab, dirinya pemah mendengar Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Jika manusia hanya takut kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala, maka tidak ada hal lain yang bisa menguasainya.” Orang itu langsung menganggukkan kepalanya, sementara Abdullah bin Umar melanjutkan perjalanannya.

Kegigihan Abdullah bin Umar dalam Memelihara Sunnah

Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma adalah orang yang bersemangat dalam melaksanakan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Tak ada yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kecuali beliau pun akan melakukannya baik untuk sesuatu yang masuk akal maupun yang tidak diketahui hikmahnya.

Karena beliau sangat yakin bahwa keberkahan itu ada dalam menapaki jalan yang telah ditempuh Rasulullah. Dan Abdullah bin Umar adalah salah satu yang sangat mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dalam semua kondisi. Bahkan pernah beliau istirahat di bawah pohon di dekat Madinah dengan berdalilkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah tidur di situ. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Bazzar dengan sanad yang baik/hasan. Padahal tidurnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam di bawah pohon tersebut tidak termasuk sunnah yang harus diikuti.

Demikianlah, Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma begitu semangatnya dalam melaksanakan semua hal-hal yang pernah dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagai bentuk kecintaannya kepada beliau. Sehingga sebagian ulama ketika tidak terdapat hadits yang marfu’ maka mereka akan kembali melihat perbuatan Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma untuk kemudian berdalilkan dan menjadikan beliau sebagai hujjah. Bahkan mata rantai sanad paling kuat atau yang disebut silsilah dzahabiah ( mata rantai emas ) oleh para ulama hadis adalah : dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Rasulullah shallahu alaihi wa sallam.

Misalnya dalam sholat jenazah tidak disebutkan secara tegas dalam hadits-hadits marfu’ tentang angkat tangan pada  setiap takbir, namun Abdullah bin Umar pernah mengerjakan sholat jenazah dengan mengangkat tangannya, karena beliau adalah sosok sahabat yang selalu menegakkan sunnah maka kemudian para ulama bersandar kepada perbuatan beliau sehingga mensyariatkan mengangkat tangan pada takbir sholat jenazah.

Demikian pula masalah mengangkat tangan dalam sholat Ied pada saat takbir 7 kali di rakaat pertama dan 5 kali di rakaat kedua tidak didapatkan hadits Rasulullah namun kembali para ulama berdalilkan dengan perbuatan Abdullah bin Umar.

 

Menghindari jabatan dan Anti Kekerasan

ilustrasi-_110524180412-711

Abdullah bin Umar sangat bergairah ketika panggilan jihad berkumandang. Namun sungguh suatu keanehan, ia juga anti kekerasan, terlebih ketika yang bertikai adalah sesama golongan Islam.

Kendati berulangkali mendapat tawaran berbagai kelompok politik untuk menjadi khalifah, namun tawaran itu ditolaknya. Hasan ra meriwayatkan, tatkala Utsman bin Affan terbunuh, sekelompok umat Islam memaksanya menjadi khalifah. Mereka berteriak di depan rumah Ibnu Umar, “Anda adalah seorang pemimpin, keluarlah agar kami minta orang-orang berbaiat kepada anda!”

Namun Ibnu Umar menyahut, “Demi Allah, seandainya bisa, janganlah ada darah walau setetes pun tertumpah disebabkan aku.”

Massa di luar mengancam, “Anda harus keluar, atau kalau tidak, kami bunuh di tempat tidurmu!”

Diancam begitu Ibnu Umar tak tergerak. Massa pun bubar. Sampai suatu ketika, datang lagi ke sekian kali tawaran menjadi khalifah. Ibnu Umar mengajukan syarat, yakni asal ia dipilih oleh seluruh kaum Muslimin tanpa paksaan. Jika baiat dipaksakan sebagian orang atas sebagian yang lainnya di bawah ancaman pedang, ia akan menolak.

Saat itu, sudah pasti syarat ini takkan terpenuhi. Mereka sudah terpecah menjadi beberapa firqah (kelompok), bahkan saling mengangkat senjata. Ada yang kesal lantas menghardik Ibnu Umar. “Tak seorang pun lebih buruk perlakuannya terhadap manusia kecuali kamu,” kata mereka.

“Kenapa? Demi Allah, aku tidak pernah menumpahkan darah mereka tidak pula berpisah dengan jamaah mereka, apalagi memecah-mecah persatuan mereka?” jawab Ibnu Umar heran.

“Seandainya kau mau menjadi khalifah, tak seorang pun akan menentang.”

“Aku tak suka kalau dalam hal ini seorang mengatakan setuju, sedang yang lain tidak.”

Ketika Muawiyah II, putra Yazid bin Muawiyah, menduduki jabatan khalifah, datang Marwan menemui Ibnu Umar. “Ulurkan tanganmu agar kami berbaiat. Anda adalah pemimpin Islam dan putra dari pemimpinnya.”

“Lantas apa yang kita lakukan terhadap orang-orang bagian timur?”

“Kita gempur mereka sampai mau berbaiat.”

“Demi Allah, aku tidak sudi dalam umurku yang tujuh puluh tahun ini, ada seorang manusia yang terbunuh disebabkan olehku,” kata Ibnu Umar.

Penolakan Ibnu Umar ini karena ia ingin netral di tengah kekalutan para pengikut Ali dan Muawiyah. Sikap itu diungkapkannya dengan pernyataan, “Siapa yang berkata, ‘marilah shalat’, akan kupenuhi. Siapa yang berkata ‘marilah menuju kebahagiaan’ akan kuturuti pula. Tetapi siapa yang mengatakan ‘marilah membunuh saudara kita seagama dan merampas hartanya’, maka saya katakan, tidak!”

Hal ini bukan karena Ibnu Umar lemah, tapi karena ia sangat berhati-hati, dan amat sedih jika umat Islam terpecah dalam beberapa golongan. Ia tak suka berpihak pada salah satunya.

Meskipun pada akhirnya ia pernah berkata, “Tiada sesuatu pun yang kusesalkan karena tidak kuperoleh, kecuali satu hal, aku amat menyesal tidak mendampingi Ali memerangi golongan pendurhaka.”

Seseorang menggugatnya, kenapa ia tidak membela Ali dan pengikutnya jika ia merasa Ali di pihak yang benar.

Ibnu Umar menjawab, “Karena Allah telah mengharamkan atasku menumpahkan darah Muslim.”

Ia wafat pada tahun 73 H. Ada yang mengatakan bahwa Al-Hajjaj menyusupkan seorang kerumahnya yang lalu membunuhnya. Dikatakan mula mula diracun kemudian di tombak dan di rejam. Pendapat lain mengatakan bahwa ibnu Umar meninggal secara wajar.

Sumber: Biografi Ibnu Umar dalam Al-Ishabah no.4825 dan Tahdzib al-Asma’ 1/278, Thabaqat Ibn Sa’ad 4/105, 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Agustus 2, 2010 inci Sahabat Rasulullah

 

Tinggalkan komentar