RSS

Abdurrahman bin Auf – Saudagar Kaya yang Masuk Surga dengan Merangkak

12 Sep

ABDURAHMAN BIN AUF Wahai putera Auf, sesungguhnya engkau orang kaya raya, dan engkau akan masuk surga secara perlahan (dengan merangkak), maka pinjamkanlah harta kekayaanmu itu pada Allah SWT, niscaya Allah akan meringankan langkah kakimu. (al-Hadits)

Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan yang mula-mula masuk Islam; termasuk kelompok sepuluh yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga; termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah sesudah Umar bin Khattab r.a.; dan seorang mufti yang dipercayai Rasulullah saw. untuk berfatwa di Madinah selagi beliau masih hidup di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin.

Namanya pada masa Jahiliah adalah Abdu Amru keturunan Bani Zuhrah lahir tahun 580 M, 10 tahun sebelum tahun gajah. Bentuk fisiknya putih kulitnya, lebat rambutnya, banyak bulu matanya, mancung hidungnya, panjang gigi taringnya yang bagian atas, panjang rambutnya sampai menutupi kedua telinganya, panjang lehernya, serta lebar kedua bahunya. Setelah masuk Islam Rasulullah saw. memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Kemudian Rasulullah saw. menggantinya dengan Abdurrahman. Lengkapnya ialah Abdurrahman bin Auf bin Abdi bin Al Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’aiy. Kuniyahnya ialah Abu Ahmad

Inilah kisah hidupnya

PERSAUDARAAN ABDURRAHMAN BIN AUF DENGAN SAAD BIN RABI

Ketika Abu Bakar menerangkan Islam kepadanya, Abdurrahman tidak merasa ragu. Ia segera pergi menemui Rasulullah saw dan berbaiat setia kepadanya. Sebagaimana kaum muslimin yang lainnya, ia juga mendapatkan tekanan-tekanan dari kaum Quraisy, yang semakin lama semakin keras. Ketika Allah mengijinkan Rasulullah untuk hijrah ke Madinah, ia termasuk orang yang turut serta dalam rombongan tersebut.

Abdurrahman bin Auf sangat berhasil dalam perniagaannya sehingga mengundang kekaguman. Perdagangan dalam pandangan Abdurrahman bin Auf menjadi ladang amal dan ladang usaha, tidak untuk mengumpulkan harta semata, tetapi demi kehidupan yang mulia. Inilah yang bisa kita lihat ketika Rasulullah saw mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar maka Rasulullah saw mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dan Saad bin Rabi.

Waktu itu, Saad berkata kepada Abdurrahman:

“Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang paling banyak hartanya, maka lihat dan ambillah separuh hartaku. Aku juga memiliki dua orang isteri, maka lihatlah yang paling menarik bagimu dari keduanya, nanti aku akan menceraikannya dan engkau bisa menikahinya.”

Tetapi Abdurrahman bin Auf berkata,

“Semoga Allah memberikan berkah dalam keluarga dan hartamu, maka sekarang tunjukkanlah aku jalan ke pasar.”

Abdurrahman pergi ke pasar. la melakukan aktivitas jual beli hingga memperoleh laba.

IKUT SERTANYA ABDURRAHMAN BIN AUF DALAM PEPERANGAN

Badar1_225187551l

Disamping itu, ia juga sosok pejuang yang pemberani. Ia mengikuti peperangan-peperangan bersama Rasulullah saw. Pada waktu perang Badr, ia berhasil membunuh salah satu dari musuh-musuh Allah, yaitu Umair bin Utsman bin Ka’ab At Taimi. Keberaniannya juga nampak tatkala perang Uhud, medan dimana banyak diantara kaum muslimin yang lari, namun ia tetap ditempatnya dan terus berperang. Diriwayatkan, ia mengalami luka-luka sekitar dua puluh sekian luka. Akan tetapi perjuangannya di medan perang masih lebih ringan, jika dibanding dengan perjuangannya dalam harta yang dimilikinya.

Keuletannya berdagang serta doa dari Rasulullah saw, menjadikan perdagangannya semakin berhasil, sehingga ia termasuk salah seorang sahabat yang kaya raya. Kekayaan yang dimilikinya, tidak menjadikannya lalai. Tidak menjadi penghalang untuk menjadi dermawan.

Diantara kedermawanannya, ialah tatkala Rasulullah saw ingin melaksanakan perang Tabuk. Yaitu sebuah peperangan yang membutuhkan banyak perbekalan. Maka datanglah Abdurrahman bin ‘Auf dengan membawa dua ratus ‘uqiyah emas dan menginfakkannya di jalan Allah. Sehingga berkata Umar bin Khattab, ”Sesungguhnya aku melihat, bahwa Abdurrahman adalah orang yang berdosa karena dia tidak meninggalkan untuk keluarganya sesuatu apapun.” Maka bertanyalah Rasulullah saw kepadanya, ”Wahai Abdurrahman, apa yang telah engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Dia menjawab, ”Wahai Rasulullah saw, aku telah meninggalkan untuk mereka lebih banyak dan lebih baik dari yang telah aku infakkan.” ”Apa itu?” tanya Rasulullah saw. Abdurrahman menjawab, ”Apa yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya berupa rizki dan kebaikan serta pahala yang banyak.”

BUKTI KEDERMAWANAN ABDURRAHMAN TERHADAP ISLAM DAN RASULULLAH

ab-auf

Abdurrahman bin Auf pernah mendengar bahwa suatu hari Rasulullah saw bersabda :

Wahai Ibnu Auf, engkau termasuk orang kaya, dan engkau akan masuk ke dalam surga secara perlahan-lahan (dengan cara merangkak), maka pinjamkanlah harta kekayaanmu itu kepada Allah, niscaya Allah akan meringankan langkah kakimu.

Sejak itu, ia meminjamkan harta kekayaannya itu kepada Allah dengan sebaik-baiknya, dan Allah melipatgandakan hartanya sebanyak-banyaknya. Ia juga menginfakkan lima ratus ekor kuda untuk pasukan kaum Muslimin, dan pada hari yang lain ia menginfakkan seribu lima ratus hewan tunggangan.

Puncak dari kebaikannya kepada orang lain, ialah ketika ia menjual tanah seharga empat puluh ribu dinar, yang kemudian dibagikannya kepada Bani Zuhrah dan orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Ketika Aisyah mendapatkan bagiannya, ia berkata,

”Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, tidak akan memperhatikan sepeninggalku, kecuali orang-orang yang bersabar. Semoga Allah memberinya air minum dari mata air Salsabila di surga.”

Menjelang wafatnya, ia mewasiatkan lima puluh ribu dinar untuk diinfakkan di jalan Allah, empat ribu dinar bagi setiap orang yang ikut Perang Badar, hingga Khalifah Utsman pun memperoleh bagian wasiatnya. Ketika mengambil (bagian)-nya, Utsman berkata: “Sesungguhnya harta Abdurrahman ini halal lagi bersih, dan makanan yang diberikannya mengandung ‘afiyah dan berkah.”

Sedemikian dermawannya Abdurrahman bin Auf, sampai dikatakan: “Seluruh penduduk Madinah (pernah) berserikat dengan Ibnu Auf dalam kepemilikan hartanya. Sepertiga harta itu dipinjamkannya kepada mereka, sepertiga lagi digunakan untuk membayar hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagikan kepada mereka. ” Ia juga meninggalkan warisan harta berupa emas yang sangat banyak. Harta itu harus dibelah dengan kapak hingga melepuh tangan orang-orang karena keletihan membelahnya.

Beliau juga terkenal senang berbuat baik kepada orang lain, terutama kepada Ummahatul Mukminin. Setelah Rasulullah saw wafat, Abdurrahman bin Auf selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Menyertainya apabila mereka berhaji, yang ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Abdurrahman. Dia juga pernah memberikan kepada mereka sebuah kebun yang nilainya sebanyak empat ratus ribu dinar.

SATU KISAH KEDERMAWANAN ABDURRAHMAN BIN AUF

kafilah-abdurrahman-bin-auf

Dalam hal kedermawanan, dikisahkan satu kisah yang sangat dikenang dari Abdurrahman bin Auf tentang kedermawanan yang sulit ditiru pada zaman sekarang…

Pada suatu hari, kota Madinah sedang aman dan tenteram, terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempat ketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpai hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Angin yang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran pasir yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan rayanya.

Orang banyak menyangkanya ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik tirai debu itu segera mereka dengar suara hiruk pikuk, yang memberi tahu tibanya suatu iringan kafilah besar yang panjang.

Tidak lama kemudian, sampailah 700 kendaraan yang sarat dengan muatannya memenuhi jalan-jalan kota Madinah dan menyibukkannya. Orang banyak saling memanggil dan menghimbau menyaksikan keramaian ini serta turut bergembira dan bersukacita dengan datangnya harta dan rezeki yang dibawa kafilah itu.

Ummul Mu’minin Aisyah ra demi mendengar suara hiruk pikuk itu ia bertanya, “Apakah yang telah terjadi di kota Madinah?” Mendapat jawaban, bahawa kafilah Abdurrahman bin ‘Auf baru datang dari Syam membawa barang-barang dagangannya. Kata Ummul Mu’minin lagi, “Kafilah yang telah menyebabkan semua kesibukan ini?” “Benar, ya Ummal Mu’minin, kerana ada 700 kendaraan!” Ummul Mu’minin menggeleng-gelengkan kepalanya, sembari melayangkan pandangnya jauh menembus, seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat atau ucapan yang pernah didengarnya.

Kemudian katanya, “Ingat, aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Kulihat Abdurrahman bin ‘Auf masuk syurga dengan perlahan-lahan!’”

Abdurrahman bin ‘Auf masuk syurga dengan perlahan-lahan? Kenapa ia tidak memasukinya dengan melompat atau berlari kencang bersama angkatan pertama para shahabat Rasul? Sebahagian shahabat menyampaikan ceritera Aisyah kepadanya, maka ia pun teringat pernah mendengar Rasulullah saw mengucapkannya lebih dari satu kali dan dengan susunan kata yang berbeda-beda.

Dan sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskannya, ditujukannya langkah-langkahnya ke rumah Aisyah lalu berkata kepadanya,

“Anda telah mengingatkanku suatu Hadits yang tak pernah kulupa.” Kemudian ulasnya lagi, “Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar anda menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, kupersembahkan di jalan Allah ‘azza wajalla!”

Dan dibahagikannya lah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya sebagai perbuatan baik yang sangat besar.

Peristiwa yang satu ini saja, melukiskan gambaran yang sempurna tentang kehidupan shahabat Rasulullah saw, Abdurahman bin ‘Auf. Dialah saudagar yang berhasil. Keberhasilan yang paling besar dan lebih sempurna! Dia pulalah orang yang kaya raya. Kekayaan yang paling banyak dan melimpah ruah. Dialah seorang Mu’min yang bijaksana yang tak sudi kehilangan bahagian keuntungan dunianya oleh kerana keuntungan agamanya, dan tidak suka harta benda kekayaannya meninggalkannya dari kafilah iman dan pahala syurga. Maka dialah yang membaktikan harta kekayaannya dengan kedermawanan dan pemberian yang tidak terkira, dengan hati yang puas dan rela.

KEISTIMEWAAN ABDURRAHMAN BIN AUF

Diantara keistimewaan Abdurrahman bin Auf, bahwa beliau berfatwa tatkala Rasulullah masih hidup. Rasulullah juga pernah shalat di belakangnya pada waktu perang Tabuk. Ini merupakan keutamaan yang tidak dimiliki orang lain.

Abdurrahman bin Auf, juga termasuk salah seorang sahabat yang mendapatkan perhatian khusus dari Rasulullah. Terbukti tatkala terjadi suatu masalah antara dia dan Khalid bin Walid, maka Rasulullah bersabda,

”Wahai Khalid, janganlah engkau menyakiti salah seorang dari Ahli Badr (yang mengikuti perang Badr). Seandainya engkau berinfak dengan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan bisa menyamai amalannya.”

KEKAYAANNYA TIDAK MEMBUAT ABDURRAHMAN BIN AUF LUPA AKAN TUHAN-NYA

sahabat-rasulullah-yang-dijamin-masuk-surgaPada suatu hari dihidangkan kepadanya makanan untuk berbuka, kerana waktu itu ia sedang shaum. Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya, tetapi ia pun menangis sambil mengeluh,

“Mushab bin Umair telah gugur sebagai syahid, ia seorang yang jauh lebih baik daripadaku, ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya maka kelihatan kakinya, dan jika ditutupkan kedua kakinya terbuka kepalanya! Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku, ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir kalau-kalau telah didahulukan pahala kebaikan kami!”

Pada suatu peristiwa lain sebahagian sahabatnya berkumpul bersamanya menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama sesudah makanan diletakkan di hadapan mereka, ia pun menangis; karena itu mereka bertanya, “Apa sebabnya anda menangis wahai Abu Muhammad?”

Jawab Abdurrahman,

“Rasulullah saw telah wafat dan tak pernah beliau berikut ahli rumahnya sampai kenyang makan roti gandum, apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan bagi kita?”

Begitulah ia, kekayaannya yang melimpah-limpah, sedikitpun tidak membangkitkan kesombongan dan takabur dalam dirinya! Sampai-sampai dikatakan orang tentang dirinya, “Seandainya seorang asing yang belum pernah mengenalnya, kebetulan melihatnya sedang duduk-duduk bersama pelayan-pelayannya, nescaya ia tak akan sanggup membedakannya dari antara mereka!”

SIKAP ABDURRAHMAN BIN AUF TERHADAP KEKUASAAN

Abdurrahman bin Auf termasuk enam orang yang dipilih Umar bin Khaththab menjadi anggota majelis syura yang akan menentukan Khalifah sepeninggalnya. Umar berkata: “Rasulullah saw telah wafat dalam keadaan meridlai kalian”. Semua orang dalam majelis itu menunjuk Abdurrahman bin Auf, dan menyatakan bahwa ia lebih berhak memegang jabatan sebagai Khalifah. Tapi, Abdurrahman bin Auf berkata:

“Demi Allah, daripada harus menerima jabatan.itu, aku lebih suka jika diambil sebilah pisau lalu diletakkan di tenggorokanku dan ditusukkan hingga menembus leherku ini.”

Sikap zuhudnya terhadap jabatan pangkat ini dengan cepat telah menempatkan dirinya sebagai hakim di antara lima orang tokoh terkemuka itu. Mereka menerima dengan senang hati agar Abdurrahman bin ‘Auf menetapkan pilihan khalifah itu terhadap salah seorang di antara mereka yang berlima, sementara Imam Ali mengatakan,

“Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, bahwa anda adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit, dan dipercaya pula oleh penduduk bumi!”

WAFATNYA ABDURRAHMAN BIN AUF

Menjelang wafatnya, Ia meminta dikuburkan disamping Utsman bin Madz’un. Ummul Mu’minin Aisyah ingin memberinya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain, maka diusulkannya kepadanya sewaktu ia masih terbaring di ranjang menuju kematian, agar Abdurrahman bersedia dikuburkan di perkarangan rumahnya berdekatan dengan Rasulullah, Abu Bakar dan Umar. Akan tetapi Abdurrahman memang seorang Muslim yang telah dididik Islam dengan sebaik-baiknya, ia merasa malu diangkat dirinya pada kedudukan tersebut!

Selagi ruhnya bersiap-siap memulai perjalanannya yang baru, air matanya meleleh sedang lidahnya bergerak-gerak mengucapkan kata-kata,

“Sesungguhnya aku khawatir dipisahkan dari sahabat-sahabatku kerana kekayaanku yang melimpah ruah!”

Tetapi sakinah dari Allah segera menyelimutinya, lain satu senyuman tipis menghiasi wajahnya disebabkan suka cita yang memberi cahaya serta kebahagiaan yang menenteramkan jiwa. Ia memasang telinganya untuk menangkap sesuatu, seolah-olah ada suara yang lernbut merdu yang datang mendekat.

Pada tahun 32 Hijriyah, dalam umur 75 tahun, Abdurrahman bin Auf ra wafat

Ia diselimuti rasa tenteram, wajahnya diliputi cahaya kegembiraan, pendengaran telinganya dipertajam seolah ada suara bisikan, Ia sedang mengingat-ingat janji Allah dalam kitab-Nya,

“Orang-orang yang membelanjakan hartanya dijalan Allah kemudian mereka tidak mengiringi apa yang telah mereka nafqahkan itu dengan membangkit-bangkit pemberiannnya dan tidak pula kata-kata yang menyakitkan, nescaya mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka; Mereka tidak usah merasa takut dan tidak pula berdukacita.” (QS Al-Baqarah [2]:262)

Ia juga sedang mengenang janji yang disampaikan Rasulullah saw:

“Abdurrahman bin Auf berada di dalam surga.”

Sumber : Buku Rijal Haular Rasul (Khalid Muh.Khalid), eramuslim.com, kisah.web.id, kajianislam.net, al-ikhwan.net

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada September 12, 2011 inci Sahabat Rasulullah

 

Tinggalkan komentar